Penerbangan

Hasil Investigasi KNKT Ungkap Penyebab Kecelakaan Pesawat Air Asia QZ8501

Published

on

Foto retakan di modul elektronik RTLU milik Airbus A320 AirAsia PK-AXC. Retakan ditunjukkan oleh anak panah putih di sebelah kanan atas. (KNKT)

Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) akhirnya merilis hasil investigasi terhadap kotak hitam milik pesawat AirAsia QZ8501, Selasa (1/12/2015). Pesawat itu jatuh di perairan dekat Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, pada 28 Desember 2014.

KNKT menguraikan beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab kecelakaan. Retakan dalam modul elektronik Rudder Travel Limitter Unit (RTLU) menjadi salah satu faktor yang berkontribusi dalam kecelakaan pesawat Airbus A320 AirAsia QZ8501.

Dalam laporan yang dipublikasikan oleh KNKT, Rabu (2/12/2015), terlihat salah satu modul elektronik pengontrol RTLU tersebut memiliki retakan panjang di sekeliling solderan di papan PCB (printed circuit board).

RTLU yang diambil dari reruntuhan pesawat A320 registrasi PK-AXC tersebut dikirim oleh KNKT ke biro penyelidik kecelakaan udara Perancis, BEA pada 16 Juni 2015.

Advertisement

Pemeriksaan papan sirkuit yang dilakukan oleh BEA menunjukkan bahwa papan sirkuit channel A dan B memiliki retakan dalam solderannya.

“Retakan tersebut bisa memutus arus listrik secara terus-menerus dan membuat RTLU gagal berfungsi,” demikian tulis laporan KNKT.

BEA menyimpulkan, keretakan tersebut bisa diakibatkan oleh siklus panas yang dihasilkan saat perangkat menyala dan dimatikan, serta perbedaan kondisi lingkungan yang dialami selama di darat dan di udara.

Hal tersebut juga diperkuat oleh pernyataan Ketua Sub Komite Kecelakaan Pesawat Udara KNKT, Kapten Nurcahyo Utomo di kantor KNKT, Selasa (1/12/2015).

“Kondisi bagian ekor menjadi sangat panas saat di bandara dan sangat dingin ketika berada di udara, bahkan sampai berada di bawah 50 derajat celsius,” demikian kata Nurcahyo.

Advertisement

Terputusnya arus listrik dalam papan sirkuit yang mengontrol RTLU inilah yang memunculkan pesan di kokpit yang berulang-ulang.

Data FDR (flight data recorder) menunjukkan bahwa komputer penerbangan di-reset saat berada di udara dengan cara mencabut kedua sekring yang ada di kokpit setelah pesan peringatan RTLU muncul ke empat kalinya sepanjang penerbangan antara Surabaya-Singapura itu.

Dengan me-reset komputer penerbangan, beberapa proteksi terhadap attitude pesawat menjadi mati, termasuk proteksi yang menjaga agar pesawat tidak bergerak di luar batas kendali (upset condition).

Pesawat kemudian banking (miring) ke kiri dua kali hingga 54 derajat, dan sempat menanjak hingga ketinggain 38.000 kaki dengan sudut serang (angle of attack) tinggi, nyaris 50 derajat ke atas sehingga menyebabkan pesawat kehilangan daya angkat, fenomena yang disebut stall.

Improvisasi 

Advertisement

Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono mengatakan, investigasi KNKT menemukan bahwa gangguan pada sistem RTL tersebut pernah terjadi dan dialami pilot QZ8501 pada 25 Desember 2014 di Bandara Juanda, Surabaya.

Saat itu, pesawat dalam persiapan menuju Kuala Lumpur, Malaysia. Gangguan pada RTL saat itu dapat diatasi oleh teknisi pesawat.

Salah satunya dengan melakukan reset terhadap Circuit Breaker (CB) pada Flight Augmentation Computer (FAC).

Dengan kata lain, sistem komputer yang mengendalikan RTL dimatikan, dan dihidupkan kembali.

Investigator KNKT menduga, penanganan berbeda saat gangguan keempat tersebut dilakukan pilot setelah mengingat apa yang dilakukan teknisi pada 25 Desember, atau beberapa hari sebelum penerbangan menuju Singapura.

Advertisement

Kemungkinan pilot QZ8501 melakukan reset ulang CB untuk mengatasi gangguan pada RTL. Hal tersebut ternyata menonaktifkan Flight Augmentation Computer (FAC) 1 dan 2.

Ketua Sub-Komite Kecelakaan Pesawat Udara KNKT Kapten Nurcahyo Utomo mengatakan, KNKT tidak dapat menjelaskan siapa yang mencabut CB dalam kokpit QZ8501.

Meski demikian, dugaan muncul bahwa pilot ingin melakukan suatu improvisasi untuk mengatasi tanda peringatan yang terus menyala meski sudah dimatikan sebanyak tiga kali.

“Pasti ada alasan pilot soal itu. Setelah yang keempat, mungkin dia berpikir bahwa saya ikut prosedur tiga kali sudah tidak menyelesaikan masalah, jadi saya harus melakukan sesuatu yang lain,” kata Nurcahyo, di Gedung KNKT, Jakarta Pusat, Selasa (1/12/2015).

Sementara itu, menurut Soerjanto, gangguan tiba-tiba pada RTL sebenarnya bukan masalah signifikan yang membahayakan penerbangan saat itu. Kerusakan itu hanyalah pemicu masalah.

Advertisement

Nurcahyo juga berpendapat yang sama. Menurut dia, pesawat dapat tetap melanjutkan perjalanan seperti biasa jika pilot hanya mendiamkan sinyal peringatan yang menunjukkan gangguan pada RTL.

Apa yang dilakukan pilot diduga sebagai upaya untuk mematikan tanda peringatan karena bunyi yang dihasilkan mengganggu konsentrasi pilot.

Mereka menilai, terlepas dari benar atau tidak, tindakan pilot di luar prosedur tersebut telah membuat kedua sistem komputer pesawat menjadi tidak aktif.

Kendali pesawat berganti dari Normal Law ke Alternate Law.  Dengan kata lain, kendali penerbangan tidak lagi otopilot, tetapi dilakukan secara manual.

Faktor modul elektronik RTLU yang rusak ini hanya satu dari sekian banyak faktor yang menyebabkan jatuhnya AirAsia QZ8501. Di belakangnya masih banyak lagi faktor lain yang berkontribusi.

Advertisement

 

(Sumber: Kompas.com)

Exit mobile version