Berita
Server Mata-Mata Indonesia Ada di Australia
Server penyadapan Indonesia ditemukan di Sydney, Australia. Data center yang disebutkan menyimpan server tersebut adalah sebuah perusahaan yang disebut Global Switch Australia. Sayangnya, saat dimintai keterangan mengenai hal ini, Managing Director, Damon Reid, menolak untuk berkomentar.
Teknologi yang digunakan oleh Indonesia untuk melakukan pengintaian adalah FinFisher, yang dibuat oleh Gamma International, sebuah perusahaan asal Inggris. ABC menyebutkan bahwa mereka berhasil mengindentifkasi setidaknya satu lembaga Indonesia yang menggunakan FinFisher yaitu Badan Intelijen Negara (BIN).
Bill Marzcak, penulis di Citizen Lab., University of Toronto berkata, “Kami juga menemukan bukti bahwa ada badan pemerintah lain yang menjadi pengguna FinFisher.” Marzcak menjelaskan, saat sebuah komputer atau smartphone terinfeksi oleh FinFisher, maka spyware itu akan mengirimkan berbagai data yang ada pada perangkat yang ia infeksi, mulai dari password yang digunakan pengguna hingga file yang ada pada perangkat.
Selain itu, pihak pemerintah bahkan dapat mengaktifkan mikrofon atau webcam yang ada pada komputer atau smartphone.
Untuk menyembunyikan fakta bahwa mereka menggunakan spyware, biasanya pengguna FinFisher akan membuat sebuah server palsu.
Dalam kasus ini, Indonesia meletakkan server palsu di Australia. Meskipun disebut sebagai server palsu, tetapi, informasi yang didapatkan melalui FinFisher akan dikirimkan terlebih dulu ke server palsu tersebut, sebelum ia dikirimkan ke server utama yang ada di Indonesia.
Satu hal yang ditakutkan oleh pihak Australia adalah hal ini akan membuat masyarakat dunia berpikir bahwa mereka terlibat dalam kegiatan pengintaian yang dilakukan oleh Indonesia.
Di era digital ini, informasi adalah senjata. Karena itu, tidak heran jika banyak pemerintah yang berusaha untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya. Tidak sedikit yang bahkan memutuskan untuk melakukan penyadapan, baik pada warga negaranya sendiri atau negara lain yang dirasa musuh.
Adam Molnar, dosen kriminologi di Deakin University mengatakan bahwa saat ini, terdapat lebih dari 60 negara yang telah memiliki atau berusaha untuk memiliki kemampuan untuk melakukan penyerangan siber. Pihak negara memang memiliki alasan untuk melakukan pengintaian, misalnya untuk melacak teroris atau kriminal. meskipun begitu, banyak grup HAM yang menolak penggunaan software pengintaian.
Tahun lalu, Hacking Team, sebuah perusahaan yang menngkhususkan diri dalam pengembangan spyware berhasil diretas. Data internal mereka lalu dibocorkan di internet. Dari bocoran data tersebut, ditemukan bahwa beberapa lembaga di Indonesia merupakan pelanggan Hacking Team.
Beberapa lembaga tersebut antara lain Badan Intelijen Strategis (BAIS), Badan Intelijen Negara (BIN), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Brimob, Badan Narkotika Nasional (BNN), Kejaksaan Agung dan lain-lain.
(Sumber: METROTVnews.com)